Puisi
DIALAH AKU DAN MEREKA HAWA NAFSU
Kapankah waktu itu
Waktu disaat dia meletakkan perisai dan pedangnya,
Dan melepas rantai dari tubuhnya,
Menghampar telapak tangan juga dahinya,
Di tanah suci hitam yang berdebu.
Sekarang dan nanti,
Mungkin besok atau petang hari,
Mereka akan menyerang,
Dari kiri dan kanannya,
Dari depan dan belakangnya,
Melepas panah dari atas kepalanya.
Dan disaat itu,
Dia hanya bisa berdiri
Menangkis dengan perisainya yang patah,
Memukul dengan pedangnya yang berkarat.
Walau dia tau,
Ya...dia memang tau,
Dia lemah tak berdaya.
Menghadapi mereka yang semakin banyak,
Dan semakin kuat.
Hujanlah yang mengusir mereka,
Menghilangkannya bagai kilat,
Meninggalkan dia sendiri yang melarat,
Meninggalkan dia sendiri yang sekarat,
Tertunduk sedu pada Yang Maha Melihat,
Tertunduk malu pada Yang Maha Agung lagi Maha Kuat.
Hujanlah yang menghapus air matanya,
Gunturlah yang menyembunyikan suara tangisnya,
Dan anginlah yang menyapu jerit hatinya,
Walau dia tau,
Ya...dia memang tau,
Sekali lagi dia kalah
Terhadap mereka yang mengikis harga dirinya,
Dan terus mengikis hingga mayat tak bernyawa,
Disaat itulah mereka berkata "kami telah menang".
Dalam sendiri tanpa sepi dia berdoa
"Ya Tuhanku,
Ampunilah dosa-dosaku
dan tindakan-tindakanku yang berlebihan (dalam) urusanku
dan tetapkanlah pendirianku."
"Ya Tuhanku,
Kuatkanlah perisaiku,
Tebalkanlah baju besiku, dan
Tajamkanlah pedangku,
Sesungguhnya Engkaulah Mahakuat Mahaperkasa."
Dan disaat itu tiba,
Saat dia berdiri tegap,
Memandang jauh keujung,
Diatas tanah yang baru,
Dibawah awan yang baru,
Didalam hembusan angin yang baru.
Dan disaat itulah dia berkata
"Aku telah menang."
Dialah aku, dan mereka hawa nafsuku.
Komentar
Posting Komentar